BAB I
BILANGAN REAL
1. BINER (basis 2) dengan simbol bilangan 0 dan 1.
2. OKTAL (basis 8) dengan simbol bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7.
3. DESIMAL (basis 10) dengan simbol bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
4. HEKSADESIMAL (basis 16) dengan simbol bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E, F
· KONVERSI SISTEM BILANGAN
1. Basis X ke DESIMAL
· Untuk bilangan bulat, kalikan bilangan tersebut dengan pangkat basis X sesuai dengan nilai
tempat/bobot
- Contoh : 1458 = ……..10
1458 = 1x82 + 4x81 + 5x80 = 64 + 32 + 5 = 10110
· Untuk bilangan pecahan, kalikan bilangan tersebut dengan pangkat negatif basis X sesuai dengan nilai tempat/bobot
- Contoh : 0, 128 = ……..10
0,12 = 1 x 1/81 + 2 x 1/82 = 1/8 + 2/64
=1/8 + 1/32 =4/32 + 1/32 = 5/32
2. DESIMAL ke Basis X
· Untuk bilangan bulat, bilangan tersebut dibagi dengan basis X
· Untuk bilangan pecahan, kalikan bilangan tersebut dengan basisnya
3. BASIS X ke BASIS Y
· Bilangan tersebut diubah ke desimal (lihat no. 1) kemudian ubah desimal tersebut ke basis Y (lihat no. 2).
4. BINER ke OKTAL dan sebaliknya
· 3 bit biner (dimulai dari titik radiks) = 1 digit oktal
5. BINER ke HEKSADESIMAL dan sebaliknya
· 4 bit biner (dimulai dari titik radiks) = 1 digit
heksadesimal
· KODE BINER
- Kode Biner yg berbobot ®BCD (Binary coded
Decimal)
Contoh : kode BCD 8421 artinya MSB = Most Significant Bit mempunyai bobot 8, sedang LSB = Least Significant Bit mempunyai bobot 1.
* Konversi BCD ke sistem bilangan basis yang lain :
- BCD ke basis X ® ubah BCD ke Desimal kemudian ubah Desimal ke basis X.
Contoh : 000101011 . 00100101BCD = …… 2
0 0010 1001 . 0010 0101 = 29,2510 =11101, 012 0 2 9 , 2 5
2. Kode Biner yang tidak berbobot
- Kode Excess-3 ® kode yang tiga angka lebih besar dari BCD 8421.
Contoh : 6210 = …….xs3
Caranya : Tambah desimal 3 di setiap digit desimalnya kemudian ubah des. tersebut ke BCD, sehingga hasilnya menjadi 6 2
3 3 +
9 5 ® 1001 0101(xs3)
- Kode Gray ® kenaikan hitungan (penambahan) dilakukan hanya dengan pengubahan keadaan satu bit saja.
Contoh : 210 = …..kode gray
Caranya : ubah des. ke biner dahulu ® 0010
0 0 1
BINER ® 0 0 1 0 +
KELABU® 0 0 1 1
Kode Gray sering digunakan dalam situasi dimana kode biner yang lainnya mungkin menghasilkan kesalahan atau kebingungan selama dalam transisi dari satu word kode ke word kode yang lainnya, dimana lebih dari satu bit dari kode diubah.
· KODE ASCII termasuk kode Alfanumerik .
Contoh : cari kode heksadesimal dan desimal untuk huruf b dalam kode ASCII.
- Cari b dalam tabel 2.9 Kode ASCII (Pengantar Organisasi Komputer, GUNADARMA, halaman 68) nilai barisnya adalah (6)16 = (0110)2 dan nilai kolomnya adalah (2)16 = (0010)2. Jadi kode ASCII untuk b adalah (62)16 atau (01100010)2.
· REPRESENTASI FLOATING-POINT
- Menyatakan suatu bilangan yang sangat besar/sangat kecil dengan menggeser titik desimal secara dinamis ke tempat yang sesuai dan menggunakan eksponen 10 untuk menjaga titik desimal itu.
- Sehingga range bilangan yang sangat besar dan sangat kecil untuk direpresentasikan hanya dengan beberapa digit saja.
- Dinyatakan dengan notasi ® a = (m,e) , dimana :
a= m x re r = radiks
m = mantissa
e = eksponen
Contoh : Tunjukkan bilangan-bilangan berikut ini dalam notasi floating point.
a. (45.382)10® 0.45382 x 102 = (0.45382,2)
b. (-21,35)8 ® -2135,0 x 8-2 = (-2135.0,-2)
ARITMATIKA FLOATING POINT
- Penambahan 0,63524 x 103
0,63215 x 103 +
1,26739 x 103 ® 0,126739 x 104
- Pengurangan 0,63524 x 103
0,63215 x 103 -
0,00309 x 103® 0,309 x 101
- 0,10100 x 22 ® 0,01010 x 23
0,11000 x 23 ® 0,11000 x 23 +
1,00010 x 23 ® 0,10001 x 24
- Perkalian
(0,253 x 102) x (0,124 x 103) = (0,253) x (0,124) x 102+3
= 0,031 x 105 ® 0,31 x 104
normalize
- Pembagian 0,253 x 102 = 0,253 x 102-3
0,124 x 103 0,124
= 2,040 x 10-1 ® 0,204 x 100
overflow
· REPRESENTASI FIXED POINT
Radiks point/binary point tetap dan diasumsikan akan berada di sebelah kanan dari digit yang paling kanan.
1. Representasi Sign-Magnitude/Nilai tanda
Untuk merepresentasikan bilangan integer negatif dan positif. Dengan menggunakan MSB sebagai bit tanda ®0 = positif, 1 = negatif
Contoh :
Sign-Magnitude +9 dalam 8 bit = 00001001
Sign-Magnitude –4 dalam 4 bit = 1100
Magnitude dari bilangan positif dan negatif sama hanya beda pada sign digitnya/MSB.
2. Representasi Komplemen-1
Untuk mendapat komplemen-1 maka bilangan nol diubah menjadi satu dan satu menjadi nol.
3. Representasi Komplemen-2
Langkah-langkah : Pengubahan bilangan desimal bertanda ke bilangan komplemen-2 (8-bit)
· Tentukan bit tanda/MSB ® 0 = positif, 1 = neg.
· Ubah desimal ke biner (7-bit)
· Ubah ke kompl-1 (setiap 0 diubah ke 1 dan setiap
1 diubah ke 0)
· Ubah ke kompl-2 (tambahkan +1 ke kompl-1
untuk mendapat bil. kompl-2)
· Gabung menjadi satu yaitu MSB sebagai tanda
bit dan 7-bit sebagai besarannya.
Langkah-langkah : Pengubahan bil. kompl-2 (8-bit) ke bil. des. bertanda
· Tentukan bit tanda/MSB
· Ubah 7-bit kompl-2 tersebut ke kompl-1
· Ditambah +1 ke kompl-1
· Ubah biner ke desimal
ARITMATIKA FIXED POINT
Penambahan positif, negatif, dan secara kebalikan bil-bil. biner yang diberi tanda yang direpresentasikan dalam komplemen-2.
001110 (+14) 110010 (-14)
+ 001100 (+12) end carry + 110100 (-12)
011010 (+26) 1 100110 (-26)
BAB II
PERTIDAK SAMAAN
Langkah-langkah pertidaksamaan linear:
1. Letakkan variabel di ruas kiri, dan yang bukan variabel di ruas kanan.
2. Jadikan koefisien dari variabel tersebut 1.
3. Tulis HP.
Langkah-langkah pertidaksamaan kuadrat:
1. Ruas kanan jadikan nol.
2. Faktorisasi (Jika bisa disederhanakan, disederhanakan dulu)
3. Tulis HN (Harga Nol).
4. Buat garis bilangan.
5. Tulis HP.
Latihan hal 170: No. 7, 20, 25, 28, 29, 30.
Latihan hal 176: No. 1h, 1i, 1j, 2c, 2f, 2h, 2j.
Langkah-langkah pertidaksamaan pecahan:
1. Ruas kanan jadikan nol.
2. Samakan penyebut.
3. Faktorisasi (Jika bisa disederhanakan, disederhanakan dulu), baik untuk pembilang maupun penyebut.
4. Tulis HN (Harga Nol) dan HT (Harga Tak Hingga → tidak boleh diarsir)
5. Buat garis bilangan (HN dan HT dalam 1 garis bilangan)
6. Tulis HP.
Secara umum, langkah-langkah pertidaksamaan bentuk akar:
1. Kuadratkan kedua ruas.
2. Ruas kanan jadikan nol.
3. Faktorisasi.
4. Tulis syarat tidak negatif untuk bentuk di bawah tanda akar.
5. Buat garis bilangan untuk langkah ke-3 dan ke-4, masing-masing 1 buah.
6. Iris garis-garis bilangan tersebut dan tulis HP.
Secara umum, langkah-langkah pertidaksamaan harga mutlak:
1. Kuadratkan kedua ruas.
2. Ruas kanan jadikan nol.
3. Faktorisasi, jangan lupa ada rumus
4. Untuk syarat, perhatikan sifat-sifat harga mutlak.
5. Buat garis bilangan untuk langkah ke-3 dan ke-4, masing-masing 1 buah.
6. Iris garis-garis bilangan tersebut dan tulis HP.
Sifat-sifat harga mutlak: (hal 180)
Jika maka
Jika maka atau
Cara kedua:
1. dapat dipecah menjadi 2 bagian, yaitu
2. Tiap-tiap bagian dibuat garis bilangan dan diiris. (didapat HP1 dan HP2)
3. Kemudian kedua HP tersebut digabung, bukan diiris. (didapat HP total)
4. Tulis HP.
PERTIDAKSAMAAN
A. PENGANTAR, NOTASI DAN SIFAT-SIFAT
A.1. Pengantar
Pertidaksamaan muncul dari kasus-kasus sebagai berikut :
i. Tidak kurang dari 700 siswa gagal dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun ini. Pernyataan ini secara matematis ditulis sbb:
x ≥ 700 , x = Banyaknya siswa yang gagal UAN
ii. Pada jalan tertentu tertulis rambu “ Beban maksimum 4 ton “. Pernyataan ini dapat ditulis sbb: b ≤ 4 , b = Beban
iii.Steven mendapatkan nilai 66 dan 72 pada dua tes yang lalu. Jika ia ingin mendapatkan nilai rata-rata paling sedikit 75, berapa nilai tes ketiga yang harus ia peroleh ?.
Persoalan ini dapat ditulis
Kalimat matematika di atas yang menggunakan tanda-tanda <, >, ≤ dan ≥ dinamakan pertidaksamaan.
A.2. Notasi/Simbol
Simbol/Notasi
|
Garis Bilangan
| ||
x > a
| |||
x ≥ a
| |||
x < a
| |||
x ≤ a
|
| ||
a ≤ x ≤ b
| |||
x < a atau
x ≥ b
|
Simbol > artinya “ lebih dari ”
Simbol ≥ artinya “ lebih dari atau sama dengan ”
Simbol < artinya “ kurang dari ”
Simbol ≤ artinya “ kurang dari atau sama dengan ”
A.3. Sifat-sifat Pertidaksamaan
1. Untuk setiap bilangan real x, y, z berlaku jika x > y dan y > z maka x > z.
Contoh : x= 10, y = 5 dan z = 2 maka 10 > 5, 5 > 2 maka 10 > 2
x= 1, y = 0 dan z = - 4 maka 1 > 0, 0 > - 4 maka 1 > - 4
2. Untuk setiap dua bilangan real x dan y dan a sembarang bilangan , maka berlaku :
W Jika x > y maka
Contoh : x=7, y=5, a=3 è 7>5 maka
x=7, y=5, a= - 4 è 7>5 maka
W Jika x < y maka
3. Untuk setiap dua bilangan real x dan y dan a sembarang bilangan , maka berlaku :
W untuk a > 0 (positif), Jika x > y, maka
Contoh : x=5, y=2 dan a=3, berlaku
5>2 maka 3(5)>3(2) dan
W untuk a < 0 (negatif), Jika x > y, maka
Contoh: x=5, y=2 dan a=-3, berlaku
5>2 maka -3(5)<-3(2) dan
Sifat-sifat pertidaksamaan di atas dipakai untuk menyelesaikan pertidaksamaan.
B. PERTIDAKSAMAAN LINEAR
Pertidaksamaan linear adalah pertidaksamaan pangkat satu.
Contoh :
1. Selesaikan : 7x + 21 ≥ 14
ó 7x + 21 – 21 ≥ 14 – 21 (tambahkan -21 pada kedua ruas)
ó 7x ≥ - 7 (bagilah kedua ruas dengan 7)
ó x ≥ - 1
Dalam bentuk garis bilangan
2. (kalikan 12 pada kedua ruas)
ó 4(4x-7) < 3(5+2x)
ó 16x – 28 < .............. (tambahkan 6x+28 pada kedua ruas)
ó....................................
ó....................................
ó 10x < 33 (kedua ruas dibagi 10)
ó ...............
Dalam bentuk garis bilangan
3. Pada tes matematika yang terdiri dari 20 soal, seorang siswa menjawab 19 nomer soal dengan total skor diatas 32. Setiap jawaban benar diberi skor 3, setiap jawaban salah diberi skor -1 dan jika jawaan kosong diberi skor 0. Berapa minimum banyaknya jawaban benar yang dijawab ?
Jawab : Misal x = banyaknya jawaban yang benar
y = banyaknya jawaban yang salah
Maka : x + y = 19 ..................... (1)
3x – y > 32 .....................(2)
Dari (1) diperoleh persamaan y = ............................ (3)
Substitusi (3) ke dalam (2) diperoleh :
3x – ( ................. ) > 32
ó......................................
ó......................................
ó x >
Karena x bilangan bulat, maka minimum banyaknya jawaban benar adalah sebanyak ......... soal
LATIHAN
1. Selesaikan pertidaksamaan berikut :
a. 5x + 1 ≤ 7 – 2x
b. 3(1 – 4x) ≤ 8 – 7x
c.
d.
e.
f.
g.
h. 2x + 3 < 8x + 3 ≤ 2x + 12
i. 1 – 2x ≤ 5x – 2 < x – 1
2. The youngest member of the Lie familiy is 3 years old and the eldest is 97. What are the possible ages of the other members of the Lie family ?
3. The perimeter of the square is not more than 64 cm. What is the largest possible area of the square ?
4. Johan dan Elvin berniat membelikan sebuah hadiah ulang tahun untuk Caroline. Mereka memutuskan bahwa harga barang hadiah tersebut tidak lebih dari Rp.200.000,- dan Johan akan membayar Rp.20.000,- lebih banyak dari Elvin. Berapa jumlah uang maksimum yang dibayar oleh Elvin untuk hadiah itu?
5. Ali scored 70, 80 and 60 for three of his mathematics tests. What is the lowest mark he must score for his fourth test if he aims to achieve an average of least 75 for the four tests?
6. A high school mathematics competition consists 40 multiple choice questions. A correct answer is awarded 4 marks while 1,5 mark is deducted for a wrong answer. No marks will be awarded or deducted for questions not attempted. Steven skipped 2 questions and had a score of more than 107. Find the minimum number of correct answers obtained.
7. Given that – 3 ≤ x ≤ 7 and 4 ≤ x ≤10, calculate
a. The smallest possible vlue of x – y
b. The largest possible value of x2 – y2
c. The largest possible value of
d. The smallest possible vlue of x3 – y3
C. PERTIDAKSAMAAN KUADRAT
Untuk setiap x, y bilangan real berlaku :
W Jika x.y > 0 maka x > 0 dan y > 0 atau x < 0 dan y < 0
W Jika x.y < 0 maka x > 0 dan y < 0 atau x < 0 dan y > 0
Contoh :
2x-3
|
negatif
|
negatif
|
positif
|
x+1
|
negatif
|
positif
|
positif
|
(2x-3)(x+1)
|
positif
|
negatif
|
positif
|
1. Selesaikan 2x2 – x – 3 ≥ 0
Faktorkan: (.......)(........) ≥ 0
Nilai nol x = atau x = - 1
Jadi { x|x≤ -1 atau x ≥, x∈R}
Cara lain :
Jadi penyelesaiannya { x | x ≤ -1 atau x ≥ , x ∈ R}
2x-3
|
..........
|
........
|
........
|
x+1
|
.......
|
...........
|
........
|
(2x-3)(x+1)
|
..........
|
.........
|
.........
|
2. Selesaikan x2 – 5x – 6 ≥ 0
Faktorkan : (.......)(.......) ≥ 0
Nilai nol : x = ....atau x = ....
Jadi:
|
Cara lain :
Jadi penyelesaiannya { x | ...................x ∈ R}
3. Selesaikan x2 – 5x – 6 ≥ 0
................................................
.................................................
.................................................
Soal di atas dinamakan definit positif karena :
D = b 2– 4ac = ....................... < 0 dan a =........... > 0
4. Selesaikan – 4 + x – x2 > 0
................................................
.................................................
.................................................
Soal di atas dinamakan definit negatff karena :
D = b 2– 4ac = ....................... < 0 dan a =........... < 0
5. Selesaikan : 2x + 4 ≤ 2x2 < 2x + 12
ó 2x + 4 ≤ 2x2 dan 2x2 < 2x + 12
ó ....................... dan .......................
ó ...................... dan .......................
ó ....................... dan .......................
ó ....................... dan .......................
Penyelesaiannya : { ..............................................}
6. Sebuah peluru ditembakkan dengan lintasan parabola dengan persamaan ketingian h (meter) dinyatakan dalam t (detik) adalah :
h(t) = 10t – t2
Tentukan pada saat kapankah peluru berada pada ketinggian antara 9 hingga 16 meter ?
Jawab : 9 < h(t) <16
.....................................................................................................
.....................................................................................................
.....................................................................................................
.....................................................................................................
.....................................................................................................
.....................................................................................................
Jadi : ............................................................
LATIHAN
1. Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan sbb :
a. x2 + 2x + 1 ≥ 1
b. 1 – x2 < - 3
c. x2 > x
d. 2x–3 ≤ 2x2–3x < x2–2
e. x(x – 1)2(x + 2) > 0
f. 2 – x2 ≤ x ≤ x2 – 2
- x2 +3x + 4 ≥ 0
- 2 < x2 – x
- x2 + 4 ≥ 0
- 2x2 + 1 ≤ 0
- x2 + x + 4 > 0
- (2x–1)2(x2–2x–3)(x2+3x–4) ≥ 0
- (x2-1)2(x2-2x-3)3 < 0
- 4x3 ≥ x5
- x2(x2+1)(2-x-x2) < 0
- x(x2+1)(2-x-x2) > 0
2. Sebuah bola ditendang ke atas dan setelah 5 detik bola mencapai ketinggian maksimum 5 meter.
Tentukan :
a. Persamaan gerak bola tersebut
b. Selama berapa detik bola di udara
c. Selama berapa detik bola berada pada ketinggian di atas 4,2 meter ?
d.Pada interval wkt berapa bola berada pada ketinggian antara 2 m sampai 4 m?
3. Tentukan x sehingga garis y = ½ x + 5 berada di atas parabola 2y = x2 +3x – 5 ?
4. Tentukan x sehingga:
a. Parabola y = x2 berada di bawah parabola y = 8 – x2
b. Parabola y = x2 berada di atas parabola y = 8 – x2
5. Tentukan HP dari sistem pertidaksamaan berikut untuk x ∈ R.
a.
b.
D. PERTIDAKSAMAAN PECAHAN
Contoh :
1. Tentukan HP dari
Jawab :
............................ ≤ 0
............................ ≤ 0
Nilai nol pembilang : x = ½
Nilai nol penyebut : x = - 1
(penyebut tidak dapat bernilai nol, jadi x≠-1)
Tabel :
4x-2
|
-
|
-
|
+
|
x+1
|
-
|
+
|
+
|
+
|
-
|
+
|
HP : {x| -1 < x ≤ ½ ; x∈R}
Cara lain :
HP : {x| -1 < x ≤ ½ ; x∈R}
LATIHAN
1. Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan sbb:
- x + < 2
E. PERTIDAKSAMAAN BENTUK AKAR
Untuk menyelesaikan pertidaksamaan yang memuat bentuk akar, langkah-langkah secara umum adalah sbb :
1. Kuadratkan kedua ruas
2. Berlakukan syarat tidak negatif untuk bentuk di bawah tanda akar
3. Irisan dari penyelesaian langkah 1 dan langkah 2 di atas merupakan penyelesaian akhir.
Secara umum :
W Jika maka dipenuhi x < a2 dan x ≥ 0, dengan a > 0
W Jika maka dipenuhi x ≥ y dan y ≥ 0
Contoh :
1. Tentukan himpunan penyelesaian dari
Jawab : ...............>.... dan x-3 ≥0
................>... dan ..........
................>... dan ..........
Irisannya :
(Daerah penyelesaian adalah yang terkena arsir dua kali)
Jadi Himpunan Penyelesaian akhir : { x|..............................}
2.
.................>...................... dan .................. ≥ 0
.................>...................... dan .................. ≥ 0
............................>0 dan .................. ≥ 0
............................>0 dan .................. ≥ 0
Definit positif, karena
D=...............................
(Selalu positif untuk x∈R)
Jadi Himpunan Penyelesaian akhir : {x|................................}
3.
.................... ≤ ..... dan ..................... ≥ 0 (ingat x≠3)
............................. dan ..................... ≥ 0
............................. dan ..................... ≥ 0
............................. dan ..................... ≥ 0
............................. dan ..................... ≥ 0
Garis bilangan : dan
Irisan :
HP : {x|....................................................}
LATIHAN
Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan sbb untuk x ∈ R :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
F. PERTIDAKSAMAAN HARGA MUTLAK
W Ingat | x | = atau | x | =
W
|
|
W |x+1| > 2 ó |x–(-1)| > 2
Artinya jarak x dari titik -1 lebih dari 2
Jadi |x - a| < b artinya jarak x dari a adalah kurang dari b atau nilai x dikurangi a terletak antara –b dan b.
Jadi |x + a| > b ó |x – (-a)| > b artinya jarak x dari - a adalah lebih dari b atau nilai x dikurangi (-a) / nilai x di tambah a berada kurang dari –b atau lebih dari b.
Contoh :
1. Selesaikan pertidaksamaan |2x – 7| < 3
Cara 1 : |2x – 7| < 3 artinya jarak 2x dari ...... adalah ......... dari 3.
7-3 < 2x < 7+3
.....< 2x < ..... (kedua ruas dibagi 2)
...... < x < .....
Jadi penyelesaiannya : {x|.......................................}
Cara 2: |2x – 7| < 3
- 3 < 2x – 7 < 3 (ketiga ruas ditambah 7)
......< ...........< ...... (ketiga ruas dibagi 2)
......< ...........< ......
...... < x < ......
Jadi penyelesaiannya {x|.......................................}
Cara 3 : ... (kedua ruas dikuadratkan)
(2x – 7)2 < 32 ... (kedua ruas dikurangi dengan 32)
........................ < ...........
( (2x – 7)2 - 32 < 0 ........ ( pemfaktoran selisih kuadrat)
(............+......)(........... – ......) < 0
(...... + ...... )(...... + ...... ) < 0
Nilai nol: (...... + ...... )(...... + ...... ) = 0
x = 2 atau x = 5
Garis bilangan :
Penyelesaian : {x|.......................................}
2. Selesaikan pertidaksamaan |2x – 1| ≥ 3
Cara 1 : |2x – 1| ≥ 3 artinya jarak 2x dari ..............................dari 3
2x ≤ - 2 atau 2x ≥ 4
............ atau ...........
Jadi penyelesaiannya {x|..................................}
Cara 2: |2x – 1| ≥ 3
2x – 1 ≤ - 3 atau 2x – 1 ≥ 3
.......... ≤ ... atau ......... ≥ ...
.......... ≤ ... atau ......... ≥ ...
x ≤ ... atau x ≥ ...
Jadi penyelesaiannya {x|.......................................}
Cara 3 : ... (kedua ruas dikuadratkan)
(2x – 1)2 ≥ 32 ... (kedua ruas dikurangi dengan 32)
................ ≥ ...........
(2x – 1)2 - 32 ≥ 0 ........ ( pemfaktoran selisih kuadrat)
(............+......)(........... – ......) ≥ 0
(...... + ...... )(...... + ...... ) ≥ 0
Nilai nol: (...... + ...... )(...... + ...... ) = 0
|
|
|
|
|
Penyelesaian : {x|.......................................}
3. Selesaikan pertidaksamaan |2x + 1| < |2x – 3| dengan menggunakan pengertian | x | = .
Jawab : (kedua ruas di kuadratkan)
(..............)2 < (..............)2
(..............)2 - (...............)2 < 0 (pemfaktoran selisih kuadrat)
.........................................< 0
.........................................< 0
....................................... < ....
Garis bilangan :
Jadi Penyelesaian : {x|.......................................}
4. Selesaikan pertidaksamaan
Jawab : (ruas kanan di-nol-kan)
Ada 2 kemungkinan : , sehingga persamaan (*) akan menjadi 2 kemungkinan :
(1) Untuk x≥0 maka
.....................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
(2) Untuk x<0 maka
.....................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
Dari (1) dan (2) didapatkan hasil penyelesaian :
HP : {x|..............................................................}
5. Selesaikan pertidaksamaan ||x|+x|≤2
Jawab : Dari konsep | x | = di atas, maka :
..... < |x| + x < ..... .....(*)
Sehingga ada 2 kemungkinan untuk |x|, yaitu :
(1) x ≥ 0 →|x|=x sehingga (*) menjadi ..... < .......... <.....
Maka penyelesaian (1) : x ≥ 0
(2) x < 0 →|x|= - x sehinga (*) menjadi ..... < .......... <.....
Maka penyelesaian (2) : x < 0 dan ..... < .......... <.....
Gabungan penyelesaian (1) dan (2) adalah penyelesaian akhir, yaitu : {x|.....................................................}
LATIHAN
1. Tentukan Himpunan Penyelesaian dari pertidaksamaan sbb:
a) |2x+1| ≥ 3
b) 4|x-2| ≥ 3
c) |x2 – 3|< 1
d) |x–2|<3|x+7|
e) |x2–8x+6|<6
f)
g) |x-1|2–5|x-1|<6
h)
i)
j)
k)
l) |x+2|+|x–3|>x+5
BAB III
RELASI DAN FUNGSI
1. Pengertian Relasi
Antara elemen-elemen dari dua buah himpunan seringkali terdapat suatu relasi atau hubungan tertentu.
Misalnya :
A = { 2, 3, 5 }
B = { 1, 4, 7, 10, 14 }
Akan kita tinjau relasi “ adalah faktor dari “ antara elemen-elemen himpunan A dengan elemen-elemen himpunan B. Tampaklah bahwa :
2 adalah faktor dari 4
2 adalah faktor dari 10
2 adalah faktor dari 14
5 adalah faktor dari 10
Sedangkan 3Î A tidak berrelasi dengan suatu elemenpun dari himpunan B.
Relasi tersebut dapat digambarkan dengan diagram panah. Gambarlah Diagram Panah tersebut! Relasi itu dikatakan sebagai suatu relasi dari himpunan A ke himpunan B. Perhatikan bahwa suatu relasi mempunyai arah tertentu. Dalam diagram diatas arah itu dinyatakan dengan anak panah. Relasi tersebut juga dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut. Elemen dari himpunan A yang berrelasi dengan elemen dari himpunan B di susun menjadi suatu pasangan terurut, diman elemen dari A pada urutan pertama dan elemen dari B pada urutan yang kedua. Jadi kalau relasi “ adalah faktor dari “ tersebut diberi nama R, maka :
R = { (2, 4), (2, 10), (2, 14), (5, 10) }
Jelaslah bahwa R A x B
Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu relasi dari himpunan A ke himpunan B merupakan himpunan bagian dari AXB (produk Cartesius A dan B). sehingga dapat didefinisikan:
R adalah suatu relasi dari himpunan A ke himpunan B bhb. R A x B
A disebut daerah asal (domain) dan B disebut daerah kawan (kodomain) dari relasi R tersebut.
Jika (x,y) Î R, maka dikatakan bahwa ”x berelasi dengan y” (ditulis ”xRy”). Jika R adalah suatu relasi dari B ke A dengan R = {(y, x) (x,y) Î R}, maka jelaslah bahwa R B x A
Contoh :
A = { -3, 3, 4, 7, 10 }
B = { 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 }
Relasi “berselisih 2 dengan” antara elemen-elemen himpunan A dengan elemen-elemen himpunan B dapat disajikan sebagai himpunan bagian dari A x B, yaitu :
R = { ( x,y ) xÎ A, yÎ B, = 2 }
= { (3,5), (4,2), (4,6),(7,5),(10,8) } A X B
( 4,6 ) Î R, maka dikatakan bahwa “ 4 berelasi dengan 6 “ ( 4 berselisih 2 dengan 6 ) atau 4R6.
R = { (5,3),(2,4),(6,4),(5,7),(8,10)}
2. Relasi-relasi Khusus
Jika A = B maka relasinya disebut sebagai relasi pada himpunan A.
a) Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi refleksif bhb setiap elemen dari A berrelasi R dengan dirinya sendiri.
R refleksif pada A bhb. ( xÎA). (x,x) Î R
( xÎA). x R x
Contoh :
A adalah suatu keluarga himpunan. R adalah relasi ”himpunan bagian” yaitu: R ={ (x,y) xÎA, yÎA, x y }
R adalah relasi refleksif pada A karena untuk setiap xÎA berlakulah bahwa x x, yaitu (xÎA). (x,x) ÎR
Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi non- refleksif bhb. ada elemen dari A yang tidak berrelasi R dengan dirinya sendiri.
R non-refleksif pada A bhb. (xA).( x,x) Ï R
(xÎA). x R x
Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi irrefleksif bhb. setiap elemen dari A tidak berelasi R dengan dirinya sendiri.
R irrefleksif pada A bhb. (xÎA).( x,x) Ï R
(xÎA). x x
Perhatikan bahwa suatu relasi yang irrefleksif dengan sendirinya adalah non-refleksif, tetapi sebaliknya belum tentu.
Contoh :
A = himpunan semua bilangan nyata.
Relasi “ > “ adalah suatu relasi yang irrefleksif (jadi juga non- refleksif ) pada A karena setiap bilangan nyata tidak lebih besar dari pada dirinya sendiri.
A = himpunan semua manusia
Relasi “ dapat menguasai” adalah relasi yang non – refleksif pada A ( karena ada orang yang tidak dapat menguasai dirinya sendiri), tetapi bukan relasi yang irrefleksif ( karena tidak semua orang tidak dapat menguasai dirinya sendiri)
b) Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi simetris bhb. Untuk setiap dua elemen x dan y dalam A, jika x berrelasi R dengan y, maka y berrelasi R dengan x.
R simetris pada A bhb. (x,yÎA) (x,y) Î R (y,x) Î R
(x,yÎA) (x,y) Î R (x,y) Î R
(x,yÎA) xRy yRx
Contoh :
A = himpunan semua garis lurus pada bidang datar.
Relasi “ sejajar” adalah relasi yang simetris pada A, karena untuk setiap dua garis lurus x dan y, di mana x//y, maka pastilah y//x
Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi non – simetris bhb. Ada sepasang elemen x dan yA dimana x berrelasi R dengan y tetapi y tidak berrelasi R dengan x.
R non- simetris pada A bhb. (x,yÎA). (x,y) ÎR ( y,x ) ÏR
(x,yÎA). (x,y) ÎR ( y,x ) ÏR
(x,yÎA). xRy y x
Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi asimetris bhb. Untuk setiap pasangan elemen x dan yÎA di mana x berrelasi R dengan y, maka y tidak berrelasi R dengan x.
R asimetris pada A bhb. (x,yÎA). (x,y) ÎR ( y,x ) ÏR
(x,yÎA). (x,y) ÎR ( y,x ) ÏR
(x,yÎA). xRy yx
Jelas bahwa suatu relasi yang asimetris pada himpunan A pasti juga non-simetris pada A, tetapi sebaliknya belum tentu.
Contoh:
A = Keluarga himpunan.
Relasi “ himpunan bagian sejati” adalah suatu relasi yang asimetris pada A (jadi juga non-simetris ) karena untuk setiap dua himpunan x dan yÎA dimana xy, maka pastilah bahwa yx
A = himpunan semua manusia.
Relasi “mencintai” adalah relasi yang non simetris pada A, tetapi bukan relasi yang asimetris pada A.
Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi anti-simetris bhb. Untuk setiap pasang elemen x dan yA, jika x berrelasi R dengan y dan y berrelasi R dengan x, maka x = y.
R antisimetris pada A bhb.
(x,yÎA). (x,y) Î R ( y,x ) ÏR x = y
(x,yÎA). (x,y) Î R ( y,x ) ÏR x = y
(x,yÎA). xRy y x x = y
Contoh:
A = keluarga himpunan.
Relasi “ himpunan bagian” adalah relasi yang antisimetris pada A, karena untuk setiap dua himpunan x dan y, jika x y dan y x, maka x = y.
c). Suatu relasi R pada himpunan A disebut transitif bhb. Untuk setiap tiga elemen x,y dan zA, jika x berrelasi R dengan y dan y berrelasi R dengan z , maka x berrelasi R dengan z. R transitif pada A bhb.
(x,yzÎA). (x,y) ÎR ( y,z ) ÎR (x,z) ÎR
(x,yzÎA). xRy yR z x Rz
Contoh:
A = himpunan semua bilangan nyata.
Relasi “adalah faktor dari” adalah relasi yang transitif pada A.
Suatu relasi R pada himpunan A disebut relasi non-transitif bhb. Ada tiga elemen x,y dan z ÎA dimana x berrelasi R dengan y dan y berrelasi z, tetapi x tidak berrelasi R dengan z.
R non-trasitif pada A bhb :
(x,yzÎA). (x,y) ÎR ( y,z ) ÎR (x,z) ÏR
(x,yzÎA). xRy yR z x z
Jelaslah bahwa relasi yang intransitif pada himpunan A pasti juga non-transitif pada A.
Contoh:
A = himpunan semua garis lurus pada bidang datar.
Relasi “ tegaklurus” adalah relasi yang intransitif pada A (jadi juga non-transitif) karena untuk setiajp tiga garis x,y dan z, jika x tegak lurus y dan y tegaklurus z maka pastilah bahwa x tidak tegak lurus z.
A = himpunan semua manusia.
Relasi “ mengenal” adalah relasi yang non – transitif tetapi bukan relasi yang intransitif pada himpunan A tersebut.
d) Suatu relasi R pada himpunan A yang sekaligus bersifat refleksif,simetris dan transitif disebut relasi ekuivalensi pada A.
Contoh:
A = himpunan semua segitiga.
Relasi “sebangun” adalah relasi ekuvalensi pada A sebab relasi tersebut sekaligus bersifat refleksif, simetris dan transitif pada A
A = himpunan semua bilangan bulat
Relasi “kongruen” (lambangnya “”) dalam suatu modulo m (m = bilangan asli ) yang didefinisikan sbb :
x y ( mod.m ) bhb. x – y = k. m, dimana k adalah suatu bilangan bulat, adalah suatu relasi ekuivalensi pada A, karena:
(1) Untuk setiap bilangan bulat x :
x – x = 0.m, sehingga x x ( mod.m )
Jadi relasi kongruensi bersifat refleksif.
(2) Untuk setiap pasang bilangan bulat x dan y dimana
x y ( mod.m ), maka :
x – y = k.m(k = bilangan bulat)
Sehingga y – x = - (k.m) = (-k).m
Dimana –k adalah bilangan bulat sebab k adalah bilangan bulat.
Jadi : x x ( mod.m ).
Maka : (x,yÎA). x y y x
Jadi relasi kongruensi bersifat simetris.
(3) Untuk setiap tiga bilangan bulat x,y dan z diman x y ( mod.m ) dan y z ( mod.m ) maka : x – y = k.m (k= bilangan bulat).
y – z= k.m (k= bilangan bulat).
( x – y ) + ( y – z ) = k.m + k.m
x– z = (k + k).m
x– z = k.m
dimana k= k + k = bilangan bulat sebab k dan k masing-masing adalah bilangan bulat. Jadi x z ( mod.m ).
Maka (x,yzA). x y y z x z
Jadi relasi kongruensi bersifat transitif.
Karena relasi kongruensi sekaligus bersifat refleksif, simetris dan transitif, maka relasi tersebut adalah relasi ekuivalensi.
B. Fungsi
1. Pengertian Fungsi
Antara anggota-anggota dari suatu himpunan dapat terjadi suatu relasi dengan anggota-anggota dari himpunan yang lain. Misalnya antara anggota-anggota himpunan semua pria dengan anggota-anggota semua wanita dapat diadakan relasi “ suami “.
Secara matematis suatu relasi R antara anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B dapat dipandang sebagai himpunan bagian dari produk Cartesius kedua himpunan itu.
R A x B.
Misalnya : A = { 1, 3, 5 } dan B = { 2, 0, 4 }, maka relasi ”lebih kecil” antara anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B dapat disajikan dengan: R = { (1, 2), (1, 4), (3, 4) } A x B.
Fungsi atau pemetaan adalah suatu relasi khusus antara anggota-anggota dua buah himpunan. Sehingga fungsi dapat didefinisikan sebagai berikut.
Suatu relasi antara anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B disebut Fungsi (pemetaan) bhb relasi itu mengkaitkan setiap anggota A dengan tepat satu anggota B.
Suatu fungsi biasanya disajikan dengan lambang f. Jika fungsi f mengkaitkan anggota-anggota himpunan A, maka dikatakan bahwa f adalah fungsi dari A ke B dan disajikan dengan lambang:
f : A B
A disebut daerah asal (daerah sumber, domain ) dari fungsi f, sedangkan B disebut daerah kawan. (daerah jajahan , kodomain) dari fungsi f. Jika xÎA oleh fungsi f dikaitkan (dikawankan) dengan suatu anggota dari B, maka anggota dari B itu disebut ”bayangan dari x” dan disajikan dengan lambang ”f(x)”. f(x) seringkali juga disebut ”nilai fungsi” untuk x.
Secara simbolis matematis, definisi fungsi f dapat disajikan sbb.
f : A B bhb. (xÎA).(! yÎB) . y = f (x)
Perhatikan bahwa suatu fungsi f dari A ke B adalah suatu relasi yang mempunyai dua sifat khusus, yaitu:
- Setiap anggota himpunan A (daerah asal) dikawankan dengan anggota himpunan B (Seringkali dikatakan bahwa ”daerah asal dihabiskan”
- Kawan dari anggota-anggota himpunan A (daerah asal) adalah tunggal. Sifat ini dapat dinyatakan secara simbolis:
(x, xÎA). x = x f (x) = f (x)
Pada umumnya, untuk suatu fungsi f : A B, anggota-anggota dari himpunan B (daerah kawan ) tidak perlu mempunyai kawan anggota himpunan A (daerah kawan tidak perlu di habiska), dan jika anggota himpunan B mempunyai kawan anggota himpunan A, kawannya diA itu tidak harus tunggal.
Suatu fungsi f dari A ke B dapat diilustrasikan dengan diagram panah sebagai berikut.
| |||||
| |||||
Himpunan semua anggota himpunan B yang merupakan bayangan dari suatu anggota himpunan A disebut daerah hasil (range) dari fungsi f dan disajikan dengan R. Jadi:
R= { yÎB ( xÎA). y = f (x) }
Misalnya untuk fungsi f : A B yang disajikan dengan diagram panah sebagai berikut.
| |||||
| |||||
f (1) = f (2) = 7 ; f (3) = 9 ; F (4) = f (5) = 10
R = { 7, 9, 10 }
Seperti telah diuraikan di atas, jika suatu anggota dari daerah kawan mempunyai kawan anggota dari daerah asal, maka kawannya itu tidak harus tunggal. Himpunan semua anggota dari daerah asal yang merupakan kawan dari suatu anggota daerah kawan disebut bayangan invers dari y dan disajikan dengan lambang f(y). Jadi:
f(y) = {xÎA y = f (x) }
Pada contoh fungsi : f : A B di atas:
f( 7 ) = { 1, 2 };
f( 9 ) ={ 3 } ;
f( 10 ) ={ 4, 5 };
f( 6 ) = f( 8 ) = f( 11 ) =.
Jika f : A B adalah suatu fungsi dari A ke B, maka yang dimaksud dengan invers dari fungsi f, disajikan dengan f, adalah relasi yang mengkaitkan anggota-anggota himpunan B dengan anggota-anggota himpunan A. Jelaslah bahwa pada umumnya invers dari suatu fungsi tidak merupakan fungsi (dari B ke A) melainkan hanyalah merupakan suatu relasi biasa.
2. Cara menyajikan fungsi
Ada dua macam cara untuk menyajikan suatu fungsi , yaitu :
a. Cara aturan : fungsi itu disajikan dengan cara menyatakan aturan yang menentukan relasi antara angggota – anggota daerah asal dengan anggota – anggota daerah kawannya.
Contoh :
f: R R dimana f (x) = x
R = himpunan semua bilangan nyata.
b. Cara himpunan : Seperti halnya relasi, maka fungsi f dari A ke B dapat dipandang sebagai himpunan bagian ( khusus ) dari A x B.
Maka fungsi f : R R dimana f ( x ) = x dapat juga disajikan sebagai suatu himpunan, yaitu himpunan bagian dari R x R :
f = { (x,y) xÎ R, y Î R y = x }
Fungsi f : A B yang digambarkan dengan diagram panah pada contoh diatas dapat juga disajikan sebagai :
f = { (1,7),(2,7),(3,9),(4,10),(5,10)}
Perhatikan bahwa dalam penyajian fungsi dengan cara himpunan, setiap anggota dari daerah asalnya muncul tepat satu kali sebagai komponen yang pertama dari anggota – anggota himpunan itu.
3. Kesamaan dua buah fungsi.
Dua buah fungsi f : A B dan g : A B dikatakan sama jika kedua fungsi itu mengkaitkan anggota-anggota dari daerah asalnya dengan anggota- anggota yang sama di daerah kawannya.
f = g bhb (xÎA). f(x) = g (x)
Contoh :
f : R R dengan f (x) = 2(x+1) (x-2), dan g : R R dengan g(x) = 2 x-2x-4
Karena f (x) = 2(x+1) (x-2) = 2( x-x-2) = 2 x-2x-4 = g (x), maka f = g
4. Fungsi – fungsi Khusus.
Beberapa fungsi khusus yang diberi sebutan karena sifat-sifat/ karakteristiknya adalah sebagai berikut.
a. Suatu fungsi f : A B disebut fungsi surjektif dari A kepada (onto) B jika setiap anggota B merupakan bayangan dari suatu anggota A. Jadi pada fungsi yang surjektif, daerah hasilnya berimpit dengan daerah kawan (atau daerah kawannya dihabiskan ).
f : A B adalah fungsi surjektif bhb.
(yÎB) (xÎA). y = f (x) bhb R= B bhb (yÎB) f (y)
Contoh :
A = {xx = bilangan bulat }
B = {xx = bilangan cacah}
f : A B dimana f(x) =
b. Suatu fungsi f : A B disebut fungsi injektif bila anggota – anggota dari B yang merupakan bayangan dari A, merupakan bayangan dari tepat satu anggota A. Dengan perkataan lain f : A
B adalah fungsi injektif bhb.(x, xÎA ). x x f(x) f (x) bhb. (x , xÎA ). f(x) = f (x) x = x
Contoh:
A = {x x = bilangan asli}
B = {x x = bilangan nyata}
Fungsi f ini adalah fungsi yang injektif, karena jika f (x) = f (x), maka x1 -1 = x2 -1 sehingga x = x.
Fungsi f ini tidak surjektif karena ada anggota B yang tidak merupakan bayangan dari suatu anggota A, misalnya ½ ÎB.
c. Suatu fungsi f : A B yang sekaligus surjektif dan injektif disebut daerah kawannya merupakan bayangan dari tepat suatu anggota dari daerah asalnya. Dengan demikian jika f adalah fungsi bijektif maka setiap anggota dari daerah asal mempunyai satu kawan di daerah kawan dan sebaliknya setiap anggota dari daerah kawan mempunyai satu kawan di daerah asal. Karena itu fungsi bijektif seringkali disebut juga korespondensi satu-satu.
Contoh :
A = {x x = bilangan positif}
B = {x x = bilangan nyata}
f : A B di mana f (x) = log x
Fungsi f surjektif karena setiap yÎB merupakan bayangan suatu xÎA, yaitu x = 10.
Fungsi f ini injektif karena jika f (x) = f (x), maka log x = log x, sehingga
10 = 10
x = x.
Dengan demikian f adalah fungsi bijektif. Mudah dibuktikan bahwa f adalah fungsi bijektif bhb. f merupakan fungsi.
Invers dari suatu fungsi bijektif disebut fungsi invers.
Jadi jika f : A B adalah fungsi bijektif, maka fungsi inversnya adalah f: B A.
Pada contoh diatas fungsi invers dari fungsi bijektif f : A B di mana f (x) = log x ialah f: B A dimana f ( y )= 10.
d. Suatu fungsi f : A B disebut fungsi konstan jika bayangan semua anggota A adalah satu anggota yang sama dari B.
f : A B adalah fungsi konstan bhb (!cÎB) (xÎA) . f ( x ) = c
e. Suatu fungsi f : A B disebut fungsi indentitas jika bayangan dari setiap anggota dari A ialah dirinya sendiri. ( Daerah asal dan saerah kawan dari suatu fungsi identits adalah himpunan yang sama ).
f : A A adalah fungsi indentitas bhb.(xÎA). f ( x ) = x
Jelaslah bahwa suatu fungsi identitas adalah fungsi yang bijektif.
BAB IV
LI MIT DAN FUNGSI KONTUNU
3.1 Pengertian Limit
3.2 Teknik Aljabar Untuk Menghitung Limit
3.3 Limit Satu Sisi
3.4 Limit Tak Hingga dan Limit Menuju Tak Hingga
3.5 Limit Fungsi Trigonometri
3.6 Bilangan Alam
3.7 Fungsi Kontinu
Konsep limit mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kalkulus dan berbagai bidang matematika. Oleh karena itu, konsep ini sangat perlu untuk dipahami. Meskipun pada awalnya konsep limit sukar untuk dipahami, tetapi dengan sedikit bantuan cara numeris kemudian konsep ini bisa dimengerti. Dan kenyataannya, setelah dipraktekkan masalah hitung limit relative mudah. Mengingat hal itu, maka pada bagian pertama Bab ini limit diterangkan secara intuitive (numeris). Kemudian pada bagian selanjutnya, dikembangkan teknik penghitungan limit.
3.1 Pengertian Limit
Terlebih dahulu diperhatikan fungsi . Grafik diberikan pada Gambar 3.1.1 di bawah ini.
Apa yang terjadi dengan apabila x cukup dekat dengan 2? Perhatikan table 3.1.1 berikut.
Tabel 3.1.1
x
|
x
| ||
3
|
12
|
1,5
|
5,25
|
2,05
|
7,2025
|
1,95
|
6,8025
|
2,001
|
7,004001
|
1,999
|
6,996001
|
2,0001
|
7,00040001
|
1,9999
|
6,99960001
|
Dari table terlihat bahwa apabila x cukup dekat dengan 2, maka mendekati 7. Hal ini tidak mengherankan, karena apabila dihitung . Dalam hal ini dikatakan bahwa limit f(x) x mendekati 2 sama dengan 7, ditulis:
Selanjutnya, perhatikan fungsi f yang ditentukan oleh rumus:
Fungsi f tersebut tidak terdefinisikan di x = 1 karena di titik ini f(x) berbentuk . Tetapi masih dapat dipertanyakan apa yang terjadi pada f(x) bilamana x mendekati 1 tetapi . Untuk ,
Dari table 3.1.2 di bawah terlibat bahwa apabila x cukup dekat dengan 1, maka nilai mendekati 2. Jadi,
Tabel 3.1.2
x
|
x
| ||
2
|
3
|
0,5
|
1,5
|
1,05
|
2,05
|
0,99
|
1,99
|
1,001
|
2,001
|
0,999975
|
1,999975
|
1,00000017
|
2,00000017
|
0,9999999
|
1,9999999
|
Dari beberapa uraian di atas, berikut diberikan definisi limit.
|
Secara matematis definisi di atas dapat ditulis sebagai berikut.
|
Catatan: Pada definisi limit di atas, fungsi f tidak perlu terdefinisikan di c. Limit f(x) untuk x mendekati c mungkin ada walaupun f tidak terdefinisikan di c.
Contoh 3.1.2 Buktikan bahwa (2x –5) = 3.
Penyelesaian:
|(2x –5) – 3| = |2x – 8| = |2(x – 4)| = |2| |x – 4| = 2|x – 4|
Diberikan bilangan e > 0 sebarang. Apabila diambil d = e/2, maka untuk setiap x di dalam domain f yang memenuhi 0 <|x – 4| < d berlaku:
|(2x – 5) – 3| = 2 |x – 4| < 2 d = 2.e/2 = e.█
Contoh 3.1.3 Buktikan bahwa untuk c > 0, .
Penyelesaian:
(3.1.1)
Ditinjau x >0 dengan sifat . Menurut ketidaksamaan segitiga:
Hal ini berakibat:
(3.1.2)
Selanjutnya, dari (3.1.1) dan (3.1.2) diperoleh:
,
untuk setiap x>0. Diberikan bilangan e > 0 sebarang. Apabila diambil maka untuk setiap x>0 dengan berlaku:
Jadi, untuk setiap e > 0 terdapat δ>0 sehingga untuk setiap x>0 dengan berlaku:
.█
Agar bisa lebih mendalami hitung limit, berikut diberikan sifat-sifat dasar limit.
|
Bukti: Misalkan dan . Akan ditunjukkan bahwa .
Diberikan sebarang, maka terdapat sehingga:
- , untuk setiap dengan .
- , untuk setiap dengan .
Apabila diambil maka untuk setiap dengan berlaku:
Hal ini berarti .█
Contoh 3.1.5 Tunjukkan bahwa tidak ada.
Penyelesaian: Untuk ,
Sementara, untuk ,
Karena nilai limit tidak tunggal maka tidak ada.█
3.2 Teknik Aljabar Untuk Menghitung Limit
Sifat-sifat dasar limit yang dinyatakan dalam beberapa teorema berikut ini sangat diperlukan dalam hitung limit. (Dengan berbagai pertimbangan bukti teorema tidak disertakan dalam buku ini).
| |||
|
Contoh 3.2.3
(a).
(b).
(c). .█
Contoh 3.2.4 Hitung .
Penyelesaian: Karena limit penyebut sama dengan 0, maka Teorema 3.2.2 (iv) tidak dapat digunakan. Akan tetapi, hal ini bukan berarti limit di atas tidak ada. Pada soal di atas, yang akan dihitung adalah nilai limit untuk x mendekati 2, bukan nilai untuk x sama dengan 2. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan teknik-teknik aljabar, untuk diperoleh:
Sehingga:
.█
Contoh 3.2.5 Tentukan .
Penyelesaian:
.█
Contoh 3.2.6 Tentukan .
Penyelesaian:
.█
Pada contoh-contoh di atas telah digambarkan bagaimana teknik-teknik aljabar dapat digunakan untuk menyelesaikan soal hitung limit. Namun demikian tidak semua soal limit dapat diselesaikan dengan cara demikian. Sebagai contoh, misalnya .
Dalam berbagai hal, teorema di bawah ini sangat membantu dalam penyelesaian soal hitung limit.
|
Contoh 3.2.8 Tentukan .
Penyelesaian: Untuk , . Oleh karena itu, untuk berlaku:
Hal ini berakibat:
Selanjutnya, karena maka .█
Soal Latihan
Untuk soal 1 – 6, tunjukkan pernyataan berikut dengan definisi limit.
1. 2. 3.
4. 5. 6.
7. Jika , tunjukkan bahwa tidak ada.
Untuk soal 8 – 20, hitunglah masing-masing limit jika ada.
8. 9. 10.
11. 12. 13.
14. 15. 16.
17. 18. 19.
20. 21. 22.
Soal Latihan
Untuk soal 1 – 20, tentukan nilai limitnya jika ada. Jika tidak ada limitnya, terangkan alasannya!
1. 2. 3.
4. 5. 6.
7. 8. 9.
10. 11. 12.
13. 14. 15.
16. 17. 18.
19. 20.
21. Tentukan , , dan jika diberikan:
22. Fungsi f yang terdefinisikan pada dikatakan genap (atau ganjil) jika (atau ) untuk setiap . Jika maka tentukan jika: (a). f genap, (b). f ganjil.
3.5 Limit Fungsi Trigonometri
Dengan memanfaatkan Teorema Apit, dapat ditunjukkan teorema di bawah ini.
|
Contoh 3.5.2 Hitung .
Penyelesaian:
Tetapi untuk berakibat dan , sehingga:
.█
Soal Latihan
Untuk soal 1 – 12, hitunglah nilai limitnya.
1. 2. 3.
4. 5. 6.
7. 8. 9.
10. 11. 12.
3.6 Bilangan Alam
Pada bagian ini, pembaca diingatkan kembali pada rumus binomium Newton. Untuk sebarang dan :
(3.6.1)
Apabila diambil , maka dari (3.6.1) diperoleh:
Karena maka menurut Teorema Apit nilai ada. Berdasarkan perhitungan, untuk diperoleh:
Selanjutnya, e disebut bilangan alam. Secara sama dapat ditunjukkan:
(3.6.2)
Mudah ditunjukkan bahwa untuk berlaku:
Selanjutnya, apabila diberikan sebarang bilangan real positif x maka dapat dicari bilangan asli m dan n sehingga . Hal ini berakibat:
dan karena maka sekali lagi dengan Teorema Apit diperoleh:
(3.6.3)
Berdasarkan (3.6.2), tentunya mudah dipahami bahwa:
(3.6.4)
Selanjutnya, apabila diambil substitusi , maka untuk berakibat . Sehingga, dari (3.6.3) dan (3.6.4) diperoleh:
(3.6.5)
Contoh 3.6.1 Hitung .
Penyelesaian: Apabila diambil substitusi maka berturut-turut diperoleh:
(i). , sehingga .
(ii). Karena maka untuk berakibat .
Selanjutnya, berdasarkan (3.6.4):
.█
Contoh 3.6.2 Tentukan .
Penyelesaian: Soal dapat ditulis:
Diambil substitusi . Jika maka . Selanjutnya, menurut (3.6.5) diperoleh:
.█
Teorema berikut ini sangat bermanfaat untuk menyelesaikan soal-soal hitung limit yang berkaitan dengan bilangan alam. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
|
Contoh 3.6.4 Tentukan .
Penyelesaian: Soal dapat ditulis:
Apabila berturut-turut diambil dan maka:
Selanjutnya, menurut Teorema 3.6.3:
.█
Contoh 3.6.5 Hitung .
Penyelesaian:
Selanjutnya, jika diambil dan maka:
Sehingga menurut Teorema 3.6.3:
.█
Contoh 3.6.6 Selesaikan .
Penyelesaian: Tulis:
Berturut-turut diambil substitusi:
maka:
(i).
(ii).
Selanjutnya, dari (i) dan (ii) diperoleh:
.█
Soal Latihan
Untuk soal 1 – 10, hitunglah nilai limitnya.
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
3.7 Fungsi Kontinu
Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, kadang-kadang nilai sama dengan , kadang pula tidak sama. Pada kenyataannya, meskipun tidak terdefinisikan akan tetapi mungkin ada. Apabila = maka dikatakan fungsi f kontiu di c.
|
Definisi 3.7.1 di atas secara implisit mensyaratkan tiga hal agar fungsi f kontinu di a, yaitu:
(i). f(a) ada atau terdefinisikan,
(ii). ada, dan
(iii).
Secara grafik, fungsi f kontinu di jika grafik fungsi f pada suatu interval yang memuat a tidak terpotong di titik . Jika fungsi f tidak kontinu di a maka dikatakan f diskontinu di a. Pada Gambar, f kontinu di x1 dan di setiap titik di dalam kecuali di titik-titik x2, x3, dan x4. Fungsi f diskontinu di x2 karena tidak ada, diskontinu di x3 karena nilai tidak sama dengan nilai fungsi di x3 (meskipun keduanya ada), dan diskontinu di x4 karena nilai fungsi di titik ini tidak ada.
|
|
|
|
|
|
Fungsi f dikatakan kontinu pada interval I jika f kontinu di setiap titik anggota I.
Contoh 3.7.2
(a). Fungsi f dengan rumus diskontinu di x = 1 karena f (1) tidak terdefinisi.
(b). Fungsi Heavyside H yang didefinisikan oleh
diskontinu di x = 0 sebab tidak ada.
(c). Fungsi g dengan definisi:
diskontinu di x = 2 sebab g(2) = 3 sedangkan . Namun demikian fungsi g kontinu di x = 1 sebab .█
Berikut sifat-sifat dasar fungsi kontinu.
|
Seperti halnya pada hitung limit, dalam kekontinuan juga dikenal istilah kontinu satu sisi. Hal itu diberikan pada definisi berikut ini.
|
Contoh 3.7.5 Diberikan Selidikilah kekontinuan fungsi f.
Penyelesaian:
Jelas f tidak kontinu pada dan pada sebab f tidak terdefinisi pada interval tersebut. Untuk nilai-nilai a dengan –1 < a <1 diperoleh:
Jadi, f kontinu pada (-1, 1). Dengan perhitungan serupa didapatkan:
dan
sehingga f kontinu dari kanan di x = -1 dan kontinu dari kiri di x = 1. Jadi, f kontinu pada .█
|
Contoh 3.7.7
(a).kontinu pada R .
(b). kontinu pada R ; .
(c). kontinu pada .█
Hubungan antara fungsi kontinu dan hitung limit dinyatakan dalam teorema berikut.
|
Contoh 3.7.9 Hitung .
Penyelesaian: Namakan dan . Karena dan f kontinu di x = 2 maka .█
Soal Latihan
Untuk soal 1 – 8, tentukan titik-titik di mana fungsi berikut diskontinu.
1. 2. 3.
4. 5. 6.
7. 8.
9. Selidiki kontinuitas pada
10.Jika maka tunjukkan bahwa f kontinu pada .
Untuk soal 11 – 13, tentukan nilai a dan b agar fungsi-fungsi berikut kontinu untuk pada R.